Nama
: Heber Fransiskus
NIM : 101201150
PRODI : HUT 6 D
TUGAS MATA KULIAH AGROINDUSTRI
Lidah Buaya
(Aloe barbadensis Milleer) Sebagai
Tanaman yang Memiliki Sejuta Manfaat
Lidah buaya (Aloe vera (L.) Webb.) merupakan tanaman
yang telah lama dikenal di Indonesia karena kegunaannya sebagai tanaman obat
untuk aneka penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin popular karena
manfaatnya yang semakin luas diketahui yakni sebagai sumber penghasil bahan
baku untuk aneka produk dari industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada saat
ini, berbagai produk lidah buaya dapat kita jumpai di kedai, toko, apotek,
restoran, pasar swalayan, dan internet yang kesemuanya mengisyaratkan
terbukanya peluang ekonomi dari komoditi tersebut bagi perbaikan ekonomi
nasional yang terpuruk dewasa ini. Tanaman lidah buaya meskipun bukan merupakan
tanaman asli Indonesia ternyata dapat tumbuh baik di negara kita, bahkan di
Propinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak, tanaman ini beradaptasi
jauh lebih baik daripada di tempat-tempat lainnya. Hal ini diakui oleh pakar
lidah buaya mancanegara yang karenanya juga turut menyayangkan bilamana
keunggulan komparatif yang dimiliki oleh tanaman ini tidak dimanfaatkan oleh
Indonesia.
Kepentingan pasar global, setidaknya regional,
terhadap lidah buaya Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan berbagai program
yang mendukung pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan
petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran
produk-produk tersebut baik secara domestik maupun global. Tulisan ini akan
menyajikan informasi berdasarkan hasil studi lapang yang mencakup aspek-aspek
teknik produksi, pemasaran, keuangan, dan ekonomi-sosial yang terkait dengan
pengembangan lidah buaya tersebut.
BOTANI TANAMAN LIDAH
BUAYA
Tanaman lidah
buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman
yang bersifat sukulen dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman
pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset). Panjang daun 40-90cm,
lebar 6-13cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5cm dipangkal daun, serta bunga
berbentuk lonceng.
Klasifikasi Lidah Buaya
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera L.
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera L.
Morfologi Lidah Buaya
a. Batang
Batang tanaman lidah buaya
berserat atau berkayu. Pada umumnya sanagt pendek dan hampir tidak terlihat
karena tertutup oleh daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah. Namun,
ada juga beberapa species yang berbentuk pohon dengan ketinggian 3-5m. Species
ini dapat dijumpai di gurun Afrika Utara dan Amerika. Melalui batang iniakan
tumbuh tunas yang akan menjadi anakan.
b. Daun
Seperti halnya tanaman berkeping
satu lainya, daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang.
Daunnya berdaging tebal tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan dan
mempunyai lapisan lilin dipermukaan; serta bersifat sukulen, yakni mengandung
air, getah, atau lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian
bawahnya membulat (cembung). Di daun lidah buaya muda dan anak (sucker)
terdapat bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat
lidah buaya dewasa. Namuntidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis
kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang
tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.
c. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk
terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3cm, berwarna kuning sampai orange,
tersusun sedikit berjungkai melingkari ujung tangkai yang menjulang keatas
sepanjang sekitar 50-100cm.
d. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem
perakaran yang sangat pendek dengan akar serabut yang panjangnya bisa mencapai
30-40cm.
EKOLOGI TANAMAN LIDAH BUAYA
Penyebaran
Tanaman lidah
buaya meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia ternyata dapat tumbuh
baik di negara kita, bahkan di Propinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kota
Pontianak, tanaman ini beradaptasi jauh lebih baik daripada di tempat-tempat
lainnya. Di negara-negara Amerika, Australia,
dan Eropa,
saat ini lidah buaya juga telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
makanan dan minuman kesehatan.
Habitat
Lidah buaya tumbuh Iiar di tempat berudara
panas tapi sering juga ditanam di pot dan pekarangan rumah sebagai tanaman
hias. Daunnya meruncing berbentuk taji. Tebalnya kira-kira 1 cm. Dalamnya
bening. Daun ini getas dan tepinya bergerigi. Panjangnya bisa sampai 30 cm.
Yang biasa digunakan adalah daun dan akarnya.
Sebagaimana diketahui bahwa gambut merupakan salah satu jenis
tanah yang bermasalah dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman, karena sifatnya
dari mulai ekstrim masam sampai masam, maka dalam pemanfaatannya untuk
dijadikan lahan pertanian terlebih dalulu lahan gambut ini harus dikondisikan
sehingga sesuai dengan syarat tumbuh tanaman lidah buaya. Tanaman lidah buaya
tidak menghendaki lahan yang basah atau terdapat genangan air yang cukup lama,
sedangkan pada lahan gambut umumnya mengandung air relatif banyak karena
kemampuannya dalam mengikatkan air.
TEKNIK BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN TANAMAN LIDAH BUAYA
Penyiapan Lahan
Lahan gambut yang telah ditetapkan sebagai lokasi untuk
budidaya tanaman lidah buaya, terlebih dahulu harus dibuat parit keliling yang
berfungsi untuk membuang air tanah yang berlebihan (drainase).
Saat awal pembibitan merupakan tahap dimana kebutuhan air
harus diperhatikan. Bibit mungkin akan berwarna kemerah-merahan karena belum
beradaptasi dengan lingkungan. Dengan pengairan yang cukup, seminggu setelah
pembibitan, bibit akan menunjukkan pertumbuhan normal/pulih dari stres lingkungan
akibat pemisahan dari induk. Pengairan yang berlebihan harus dicegah karena
bibit mudah busuk akibat serangan cendawan pada keadaan lembab. Parit/saluran
air dibuat disekeliling lahan dan pada arah memotong tengah areal lahan dengan
ukuran parit: lebar atas 50 cm, lebar bawah : 35 cm dan kedalaman berkisar
50-60 cm (tergantung tebal lapisan gambut dan kondisi genangan air tanahnya).
Pembuatan Bedengan/Guludan
Pembuatan
bedengan/guludan sekaligus merupakan pengolahan tanah atau pecangkulan,
bedengan/guludan dibuat dengan ukuran disesuaikan dengan jarak tanam yang akan
digunakan, antara lain :
1. Jarak
tanam : 1,25
m x 1,00 m (Populasi : 8. 000 Pohon/Ha
2. Jarak
tanam : 1,25
m x 1,25 m (Populasi : 6. 000 Pohon/Ha)
Bedengan
untuk jarak tanam (a) dan (b) dibuat dengan ukuran lebar 75 cm dan tinggi 20-30
cm, dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan atau tergantung
selera/keinginan, tapi ada juga yang membuat bedengan dengan panjang 25 meter.
Penanaman
Bibit yang sudah diseleksi (terpilih) harus benar-benar
sehat, tidak terdapat luka pada daun pelepah. Pencabutan bibit dapat dilakukan
bersamaan dengan saat hari tanam (tidak dimalamkan atau terlalu lama terkena
sinar matahari langsung/berjemur). Daun-daun bagian bawah yang telah berwarna
kekuningan dan daun yang terserang penyakit perlu dibuang. Daun dijaga agar
tidak sampai tertimbun tanah yang akan menyebabkan busuk akibat serangan
cendawan. Pengairan perlu dilakukan ketika lahan terlihat kering (lama tidak
turun hujan). Pengairan yang telat akan menyebabkan tanaman layu dan daun
berubah warna kuning kemerahan yang memerlukan waktu agar pulih kembali.
Setelah 3-4 hari dari pemberian pupuk, bibit tanaman dicabut dan dipindah
tanamkan di lapangan yakni pada lubang yang sudah diberikan campuran pupuk.
Penanaman bibit dengan cara dibenamkan sedalam 4 cm – 6 cm dan tanah disekitar
bibit dipadatkan agar bibit tidak mudah tumbang. Penanaman hendaknya dilakukan
pada pagi hari (jam 07.00 – 10.00) atau sore (jam 16.00).
Setelah 10 – 14 hari setelah tanam, dilakukan pengamatan
terhadap bibit, apabila terdapat bibit yang mati segera dilakukan penyulaman.
Penyulaman di lahan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 MST (minggu setelah
tanam), yakni dengan cara mengganti tanaman yang mati atau kurang baik
pertumbuhannya dengan tanaman baru. Jumlah bibit yang diperlukan tergantung
jarak tanam yang digunakan dan umumnya berjumlah 8.000 tanaman/hektar (jarak
tanam 1,00 x 1,25 m).
Pemupukan Tanaman
Tanaman lidah
buaya sangat diharapkan pertumbuhan vegetatifnya yang subur karena daun
pelepahnya yang akan di panen. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman lidah
buaya yang baik harus dilakukan penambahan unsur hara melalui pemupukan.
Pemupukan dilakukan dengan dosis berdasarkan umur tanaman dan diberikan dengan
kontinyu pada waktu yang telah ditentukan.
Secara rinci
pelaksanaan pemupukan tanaman lidah buaya sebagai berikut :
a). Pupuk Dasar : diberikan 3-4
hari sebelum tanam terdiri dari :
Pupuk
Kandang =
200 gram/pohon
Pupuk Urea = 20 gram/pohon
Pupuk TSP = 10 gram/pohon
Pupuk KCL = 10 gram/pohon
Pupuk Urea = 20 gram/pohon
Pupuk TSP = 10 gram/pohon
Pupuk KCL = 10 gram/pohon
Abu
Tanaman =
25 gram/pohon
Kulit Udang = 25 gram/pohon
Kulit Udang = 25 gram/pohon
Ketujuh jenis sarana produksi
(pupuk) ini dicampur merata dan masukan ke dalam lubang tanaman untuk
selanjutnya ditutup lagi dengan tanah yang diambil dari sekitar lubang.
b). Pupuk Susulan tahun 1 :
pupuk ini mulai diberikan pada umur tanaman 1,5-2 bulan setelah tanam, terdiri
dari :
Pupuk Urea =
20 gram/tanamanPupuk TSP = 10 gram/tanaman
Pupuk KCL = 10 gram/tanaman
(selanjutnya diberikan setiap 2 bulan sekali)
Sedangkan untuk pupuk kandang,
abu dan kulit udang diberikan setiap 24 minggu sekali (6 bulan sekali) dengan
dosis :
Pupuk Kandang =
250 gram
- 300 gram/tanamanAbu Tanaman = 30 gram - 50 gram/tanaman
Kulit Udang = 25 gram - 40 gram/tanaman
Pada pemberian pupuk susulan
tahun II, dosis pupuk anorganik ditingkatkan lagi, begitu juga dengan tahun III
dan Ke IV dan seterusnya pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan
ditengah-tengah antara tanaman dalam bedengan.
Penyiangan (Pengendalian Gulma)
Penyiangan
dilakukan pada saat sebelum dilakukan pemupukan susulan, namun demikian
penyiangan dapat saja dilakukan secepatnya bila gulma disekitar tanaman lidah
buaya sudah terlihat banyak yang tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan cara
mencabut gulma dengan tangan atau kored, bersamaan dengan penyiangan dilakukan
pembersihan alur antar bedengan dan menaikkan tanah-tanah yang turun dari
bedengan karena curah hujan.. Penyiangan pada tanaman lidah buaya sangat
penting dilakukan karena peertumbuhan gulma yang cenderung pesat dan menganggu
tanaman. Disamping pekerjaan yang bersamaan dengan penyiangan, bagi tanaman
yang sudah berumur 1 tahun keatas akan terlihat anakan lidah buaya yang harus
dibuang atau dipisahkan untuk didederkan dan ditanam kembali atau untuk di
jual.
Panen dan Pasca Panen
Panen daun pelepah lidah buaya umumnya baru dapat dilakukan
memasuki umur tanaman 10-12 bulan atau melihat perkembangan dan pertumbuhan
tanaman, apabila sudah sesuai ukuran permintaan pasar dapat dilakukan
pemanenan. Lidah buaya yang tumbuh dengan subur ukuran pelepah pertama (bagian
bawah) berkisar 40-70 cm dengan tebal daging pelepah antara 2 – 3
cm dan berat mencapai 0,60 kg sampai 1,40 kg.
Pada hamparan tanaman yang sama panen dapat dilakukan sebulan sekali
sebanyak 1-2 daun pelepah. Namun petani biasanya melakukan panen pada hamparan
yang sama tidak sekaligus (1 kali) mengingat tingkat pertumbuhan tanaman yang
berbeda, sehingga panen dapat dilakukan beberapa kali dalam hamparan yang sama
tetapi lain tanaman. Panen dilakukan untuk daun pelepah pertama (terbawah)
dengan cara menyobek bagian bawah daun pelepah yang menempel pada batang
tanaman dan penyobekan dapat dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam
serta tidak melukai daging pelepah maupun batang tanaman. Setelah daun pelepah
dipanen selanjutnya dibersihkan atau dicuci dalam rendaman air untuk
menghilangkan kotoran atau tanah yang menempel.
Daun pelepah yang sudah bersih selanjutnya disusun rapi pada
rak sampai tidak terlihat lagi bintik-bintik air bekas pencucian pada daun
pelepah, setelah kering daun pelepah lidah buaya siap untuk di packing/dikemas
dan dikirim untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi permintaan pasar
terhadap daun pelepah lidah buaya segar dari luar Kota Pontianak baik itu untuk
dikirim ke Jakarta atau ekspor, umumnya lidah buaya yang sudah bersih dan
memebuhi standart permintaan sebelum dikemas terlebih dahulu satu persatu
pelepah lidah buaya dibungkus dengan kertas koran dan dikemas dalam peti kayu.
Satu buah peti kayu berisi 40 – 50 daun pelepah lidah buaya segar.
Peremajaan Tanaman
Peremajaan
pada tanaman lidah buaya dilakukan dengan cara memotong batang untuk
memperpendek jarak antara pelepah dengan pangkal akar (bukan penggantian
tanaman). Untuk menghindari stagnasi pertumbuhan, sebelumnya batang tanaman
lidah buaya yang akan dipotong, dibumbun dahulu beberapa hari sampai tumbuh
akar pada batang yang akan dipotong.
Produksi
Produksi
lidah buaya berupa daun pelepah, pada satu pohon tanaman lidah buaya dapat
dipanen 1 sampai 2 pelepah setiap bulannya. Untuk tanaman yang berumur 10-12
bulan berat pelepah mencapai 0,6 kg, apabila populasi tanaman mencapai 8.000
(jarak tanaman 1,00 m x 1,25 m) dan yang dapat dipanen diperkirakan mencapai 80
% dari populasi tanaman/ha, masing-masing tanaman Dipanen sebanyak satu
pelepah,maka :
Produksi/ha/bulan =
80 % x 8.000 x 0,6
kg =
3.840 kg.
Produksi/ha/tahun = 12 x 3.840 kg = 46.080 kg
Produksi/ha/tahun = 12 x 3.840 kg = 46.080 kg
PEMANFAATAN LIDAH BUAYA
Manfaat dalam bidang Kesehatan
- Mengobati radang pada tenggorokan.
- Menyembuhkan penyakit ambeien.
- Melancarkan BAB (buang air besar).
- Dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
- Zat anti alergi pada lidah buaya dapat mengobati gatal-gatal pada kulit.
- Mengatasi sejumlah gangguan pada system pencernaan tubuh.
- Menjaga kesehatan mulut serta mengatasi masalah yg timbul pada bagian mulut dan gusi.
- Lidah buaya mengandung antioksidan yg dapat melindungi masuknya radikal bebas ke dalam tubuh.
Manfaat dalam bidang Kecantikan
- Dapat menyuburkan pertumbuhan rambut
- Menghilangkan bekas jerawat, serta menghilangkan kemerahan pada kulit
- Gel lidah buaya dapat dijadikan sebagai pelembab alami untuk mengencangkan kulit dan mencegah kulit agar tidak kelihatan kusam.
- Gel lidah buaya bermanfaat untuk memperlambat penuaan pada kulit
- Gel lidah buaya dapat mengurangi peradangan akibat dari paparan sinar matahari.
- Gel lidah buaya menyembuhkan serta memperbaiki kulit yang terkena luka bakar.
- Menghilangkan ketombe pada kulit kepala.
- Dapat mengontrol berat tubuh.
Berbagai macam produk dari
pemanfaatan Lidah Buaya dapat dilihat dari gambar-gambar berikut ini :
ASPEK
PEMASARAN
a.
Permintaan
Komoditi lidah buaya baru disadari nilai ekonomiknya
belakangan ini, bahkan
oleh
instansi pemerintah terkait sekali pun. Karena itu, tidak ada dokumen resmi
tentang besaran permintaannya di Dinas Pertanian Tingkat Provinsi, Dinas Urusan
Pangan Kota Pontianak, dan Biro Pusat Statistik KotaPontianak. Sehubungan
dengan hal ini, lidah buaya belum tercatat sebagai komoditi ekspor penghasil
devisa yang terukur kontribusinya bagi pendapatan pemerintah daerah oleh Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Pontianak. Demikian juga, nilai pajak yang
dikenakan pada penjualan komoditi tersebut tidak dapat diketahui. Pengakuan
para petani pun sejalan
dengan
hal tersebut, mereka tidak pernah dikenai pajak penjualan untuk produk daun lidah
buayanya yang dijual kepada pengumpul. Secara kuatitatif, hasil survei
menunjukkan bahwa daun lidah buaya dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk
obat atau manuman segar.
Perdagangan antarpulau terjadi ke Jakarta dan ke
Surabaya; perdagangan ekspor berlangsung ke Malaysia dan Singapura melalui
Kuching dan pengiriman langsung ke Hongkong. Menurut masyarakat setempat, pengusaha
asing yang pernah datang ke Pontianak dan menunjukkan minatnya untuk membeli
produk lidah buaya berupa daun segar berasal dari Amerika Serikat, Korea, dan
Malaysia. Pengusaha Kuching lebih berminat membeli produk segar daun lidah
buaya daripada membuka pabriknya di Pontianak. Saat ini diketahui bahwa,
menurut petani, seorang pengusaha
Korea
telah membeli (via penduduk setempat) lahan untuk memproduksi lidah buaya,
bahkan ingin memperluasnya, tetapi tidak didukung oleh petani setempat (kasus
di Jalan Kebangkitan Nasional, Siantan Utara). Pengamat lidah buaya setempat
menilai bahwa komoditi ini belum memiliki segmen pasar yang pasti, meskipun
diketahui bahwa permintaan baik dari dalam maupun dari luar negeri memang ada.
Namun, jika ditanyakan berapa potensi permintaannya dan negara mana yang
memerlukannya belum ada data atau studi khusus untuk hal ini. Sebaliknya, Dinas
Urusan Pangan lebih yakin akan besarnya permintaan produk lidah buaya sehingga menjadikannya
sebagai salah satu produk unggulan di masa yang akan datang.
Dinas ini bahkan tengah menyusun rencana pembangunan
Pusat Pengkajian/ Pengembangan Aloe vera, sebagai salah satu program Pemerintah
Daerah Kota Pontianak. Besaran permintaan saat ini mungkin dapat didekati dari
jumlah pedagang pengumpul yang kini beroperasi, yakni 5 orang di Kota
Pontianak. Jika diduga bahwa kapasitas pembelian oleh mereka sama, berdasarkan
kasus seorang pedagang pengumpul yang mampu membeli rata-rata 11 ton per bulan,
dan menjualnya antarpulau (ke Jakarta) dan ekspor (ke Hongkong) atas nama suatu
perusahaan swasta, besaran permintaan nyata lidah buaya itu adalah 55 ton per
bulan. Namun, jika didekati dari luas sentra lidah buaya yang kini ada di
Provinsi Kalimantan Barat, yakni 50 ha, dengan asumsi moderat dari Dinas Urusan
Pangan Kota Pontianak bahwa populasinya 10000 pohon per ha, hasil daun segar
minimal 0.5 kg per panen, dan frekuensi panen 2 kali per bulan, permintaan
potensial daun lidah buaya itu tidak kurang dari 500 ton per bulan. Permintaan
potensial minimal tersebut terdiri dari 55 ton per bulan untuk diperdagangkan
antarpulau dan diekspor dan 445 ton per bulan untuk konsumsi masyarakat setempat.
b.
Penawaran
Seperti halnya permintaan, penawaran lidah buaya
juga tidak terdokumentasi secara rinci baik di Dinas Pertanian Tingkat I maupun
di Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak. Data resmi Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak
hanya menyebutkan pertanamannya seluas 50 ha sebagaimana yang dikemukakan di
atas, yakni setara dengan penawaran daun lidah buaya segar sebanyak 500 ton per
bulan. Perkiraan seorang pedagang pengumpul memberikan potensi penawaran yang
kurang optimis, yakni sebanyak 150 kg daun segar per bulan selama 6 bulan ke
depan. Tabel 3.1 memperlihatkan real sentra, rencana pengembangan, dan potensi
wilayah pengembangan pertanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat,
masing-masing 50 ha, 4 450 ha, dan 19 950 ha. Data ini memberikan potensi
wilayah pertanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat seluas 20 000 ha,
yang berdasarkan perhitungan Dinas Urusan Pangan tersebut di atas berarti
setara dengan potensi penawaran sebanyak 200 000 ton per bulan daun segar lidah
buaya. Namun, potensi penawaran yang demikian besar ini memerlukan strategi pengembangan
lidah buaya yang sistemik, dilakukan secara bertahap di seluruh subsistem
agribisnis lidah buaya.
c.
Harga
Harga
produk daun lidah buaya segar bervariasi menurut mutu produk dan cara
penanganannya. Tingkat mata rantai tata niaga tidak memberikan pengaruh pada
harga karena hasil panen dari petani diambil di kebun oleh pedagang pengumpul
atau petani mengangkutnya ke pedagang pengumpul terdekat dari kebunnya. Dalam
hal ini tingkat mata rantai tata niaga terdiri dari tingkat petani/kebun,
tingkat industri/pengolahan rumah tangga (setempat), tingkat pedagang
pengumpul, dan tingkat pengekspor. Namun, pedagang pengumpul tersebut ada yang
berperan sebagai "tangan-tangan" pengekspor, yang dalam suatu kasus
bahkan dianggap sebagai konsultan penjamin mutu produk dari perusahaan
pengekspor tadi. Terdapat dua atau tiga kelas mutu produk komoditi ini yang
dikenal di lapangan. Penggolongan mutu produk ke dalam dua kelas memberikan
kelas mutu A dan kelas mutu B, sedangkan penggolongan mutu ke dalam tiga kelas
memberikan kelas mutu A (mutu ekspor), kelas mutu B, dan kelas mutu C. Pada
umumnya petani menghasilkan daun lidah buaya berkelas A atau B, sebagian besar
(90 persen) dari kelas mutu A. Harga daun lidah segar kelas mutu A di tingkat
petani atau pengumpul adalah Rp 1200/kg jika belum dibungkus dengan kertas
koran dan menjadi Rp1300/kg jika telah dibungkus kertas koran (biaya
pembungkusan dengan kertas koran Rp 100/kg daun lidah buaya segar). Harga
produk di tingkat pengekspor tidak terjangkau oleh survei ini. Harga kelas mutu
B adalah Rp 800 setelah dibungkus koran dan kelas mutu C Rp 500/kg. Secara
pukul rata, harga daun lidah buaya segar berkisar dari Rp 800 hingga Rp 1500
per kilogram di tingkat petani atau pedagang pengumpul. Kualifikasi mutu daun lidah
buaya tersebut dikemukakan dalam Bab IV.
d.
Peluang Usaha
Persaingan
pasar produk lidah buaya belum terasa menyulitkan para petani pada saat ini.
Meskipun di sekitar lahannya juga tersebar lahan-lahan lidah buaya milik petani
lainnya, para petani telah memiliki pembeli produknya atau pedagang pengumpul
langganannya masing-masing. Persaingan pasar antarpedagang pengumpul juga tidak
ada karena status mereka yang hanya merupakan "tangan-tangan" atau
konsultan mutu pengekspor belaka. Peluang pasar lidah buaya dianggap besar
dengan alasan sebagai berikut.
1.
Masyarakat setempat mengkonsumsi produk
minuman dari lidah buaya yang belakangan dianggap sebagai minuman khas
Kalimantan Barat, yang dijual di kedai-kedai, toko-toko,dan pasar-pasar
swalayan;
2.
Lidah buaya segar (setelah dikupas
kulitnya) dapat digunakan sebagai obat, bahkan kulitnya pun dapat digunakan
sebagai substitusi teh;
3.
Lidah buaya dapat diproses menjadi aneka
produk berupa gel, konsentrat/ekstrak, atau bubuk yang selanjutnya menjadi
bahan baku dalam industri farmasi, kosmetik, dan pupuk daun;
4.
Hingga saat ini pedagang lidah buaya
dianggap belum mampu memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti Singapura,
Malaysia, Taiwan, dan Australia secara kontinu;
5.
Pemerintah daerah menganggap lidah buaya
sebagai produk unggulan daerah sehingga dapat memberikan jaminan bagi petani
mengenai prioritas pengembangannya di masa depan.
e.
Pemasaran Produk
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemasaran
daun lidah buaya segar mengikuti tiga mata rantai tata niaga yang tidak tegas
benar tingkatan mata rantainya, khususnya antara pedagang pengumpul dengan
pengekspor. kepada pengekspor (kelas mutu A). Di antara petani ada juga
yang menjual daun lidah buaya kepada industri pengolahan rumah tangga
setempat (khususnya kelas mutu B atau C). Peran pedagang pengumpul
sangat besar dalam hal ini, lebih-lebih di antara mereka ada yang
berprofesi juga sebagai PPL atau bahkan pembantu permodalan petani dalam
bertani komoditi tersebut. Petani pada umumnya tidak mengalami kesulitan
menjual produk tanaman ini, yakni masih di dalam kota kecamatan.
f.
Kendala Pemasaran
Dipandang
dari kemudahan petani menjual produk daun lidah buaya yang dihasilkannya, yakni
kepada pedagang pengumpul dan kepada industry pengolahan setempat, tidak ada
kendala pemasaran yang langsung dirasakan oleh petani. Namun, dipandang dari
peluang meningkatkan perolehan keuntungan, kemudahan menjual produk kepada para
pedagang pengumpul itu pada kenyataannya telah mengurangi peluang petani dapat memasarkan
sendiri produknya kepada industri pengolahan setempat atau di luar pulau dan
langsung mengekspornya ke luar negeri. Meskipun demikian, dengan rata-rata
taraf pendidikan petani sebagaimana yang dikemukakan di
dalam
Bab II. Butir 1, petani diduga akan mengalami kesulitan jika hendak menjual
produk daun lidah buaya ke luar pulau (antar pulau), lebih-lebih jika mengekspornya
sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar