Rabu, 10 April 2013

Lidah Buaya (Aloe barbadensis Milleer) Sebagai Tanaman yang Memiliki Sejuta Manfaat (HEBER FRANSISKUS; 101201150)


Nama         : Heber Fransiskus
NIM           : 101201150
PRODI       : HUT 6 D
TUGAS MATA KULIAH AGROINDUSTRI

Lidah Buaya (Aloe barbadensis Milleer) Sebagai Tanaman yang Memiliki Sejuta Manfaat

Lidah buaya (Aloe vera (L.) Webb.) merupakan tanaman yang telah lama dikenal di Indonesia karena kegunaannya sebagai tanaman obat untuk aneka penyakit. Belakangan tanaman ini menjadi semakin popular karena manfaatnya yang semakin luas diketahui yakni sebagai sumber penghasil bahan baku untuk aneka produk dari industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Pada saat ini, berbagai produk lidah buaya dapat kita jumpai di kedai, toko, apotek, restoran, pasar swalayan, dan internet yang kesemuanya mengisyaratkan terbukanya peluang ekonomi dari komoditi tersebut bagi perbaikan ekonomi nasional yang terpuruk dewasa ini. Tanaman lidah buaya meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia ternyata dapat tumbuh baik di negara kita, bahkan di Propinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak, tanaman ini beradaptasi jauh lebih baik daripada di tempat-tempat lainnya. Hal ini diakui oleh pakar lidah buaya mancanegara yang karenanya juga turut menyayangkan bilamana keunggulan komparatif yang dimiliki oleh tanaman ini tidak dimanfaatkan oleh Indonesia.
Kepentingan pasar global, setidaknya regional, terhadap lidah buaya Indonesia perlu ditindaklanjuti dengan berbagai program yang mendukung pengembangan komoditi ini dari mulai pembudidayaannya di lahan petani, pengolahan hasilnya menjadi berbagai produk agroindustri, dan pemasaran produk-produk tersebut baik secara domestik maupun global. Tulisan ini akan menyajikan informasi berdasarkan hasil studi lapang yang mencakup aspek-aspek teknik produksi, pemasaran, keuangan, dan ekonomi-sosial yang terkait dengan pengembangan lidah buaya tersebut.



BOTANI TANAMAN LIDAH BUAYA
Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset). Panjang daun 40-90cm, lebar 6-13cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5cm dipangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng.
Budidaya Tanaman Lidah Buaya
Klasifikasi Lidah Buaya
Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas               : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Ordo                : Asparagales
Famili              : Asphodelaceae
Genus              : Aloe
Spesies            : Aloe vera L.

Morfologi Lidah Buaya
a. Batang
Batang tanaman lidah buaya berserat atau berkayu. Pada umumnya sanagt pendek dan hampir tidak terlihat karena tertutup oleh daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah. Namun, ada juga beberapa species yang berbentuk pohon dengan ketinggian 3-5m. Species ini dapat dijumpai di gurun Afrika Utara dan Amerika. Melalui batang iniakan tumbuh tunas yang akan menjadi anakan.
b. Daun
Seperti halnya tanaman berkeping satu lainya, daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya berdaging tebal tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin dipermukaan; serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah, atau lendir yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung). Di daun lidah buaya muda dan anak (sucker) terdapat bercak berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya dewasa. Namuntidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau lokal. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna.
c. Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3cm, berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjungkai melingkari ujung tangkai yang menjulang keatas sepanjang sekitar 50-100cm.
d. Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang sangat pendek dengan akar serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40cm.
EKOLOGI TANAMAN LIDAH BUAYA
Penyebaran
Tanaman lidah buaya meskipun bukan merupakan tanaman asli Indonesia ternyata dapat tumbuh baik di negara kita, bahkan di Propinsi Kalimantan Barat, khususnya di Kota Pontianak, tanaman ini beradaptasi jauh lebih baik daripada di tempat-tempat lainnya. Di negara-negara Amerika, Australia, dan Eropa, saat ini lidah buaya juga telah dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman kesehatan.
Habitat
Lidah buaya tumbuh Iiar di tempat berudara panas tapi sering juga ditanam di pot dan pekarangan rumah sebagai tanaman hias. Daunnya meruncing berbentuk taji. Tebalnya kira-kira 1 cm. Dalamnya bening. Daun ini getas dan tepinya bergerigi. Panjangnya bisa sampai 30 cm. Yang biasa digunakan adalah daun dan akarnya.
Sebagaimana diketahui bahwa gambut merupakan salah satu jenis tanah yang bermasalah dalam penyediaan unsur hara bagi tanaman, karena sifatnya dari mulai ekstrim masam sampai masam, maka dalam pemanfaatannya untuk dijadikan lahan pertanian terlebih dalulu lahan gambut ini harus dikondisikan sehingga sesuai dengan syarat tumbuh tanaman lidah buaya. Tanaman lidah buaya tidak menghendaki lahan yang basah atau terdapat genangan air yang cukup lama, sedangkan pada lahan gambut umumnya mengandung air relatif banyak karena kemampuannya dalam mengikatkan air.
TEKNIK BUDIDAYA DAN PENGOLAHAN TANAMAN LIDAH BUAYA
Penyiapan Lahan
Lahan gambut yang telah ditetapkan sebagai lokasi untuk budidaya tanaman lidah buaya, terlebih dahulu harus dibuat parit keliling yang berfungsi untuk membuang air tanah yang berlebihan (drainase).
Saat awal pembibitan merupakan tahap dimana kebutuhan air harus diperhatikan. Bibit mungkin akan berwarna kemerah-merahan karena belum beradaptasi dengan lingkungan. Dengan pengairan yang cukup, seminggu setelah pembibitan, bibit akan menunjukkan pertumbuhan normal/pulih dari stres lingkungan akibat pemisahan dari induk. Pengairan yang berlebihan harus dicegah karena bibit mudah busuk akibat serangan cendawan pada keadaan lembab. Parit/saluran air dibuat disekeliling lahan dan pada arah memotong tengah areal lahan dengan ukuran parit: lebar atas 50 cm, lebar bawah : 35 cm dan kedalaman berkisar 50-60 cm (tergantung tebal lapisan gambut dan kondisi genangan air tanahnya).
Pembuatan Bedengan/Guludan
Pembuatan bedengan/guludan sekaligus merupakan pengolahan tanah atau pecangkulan, bedengan/guludan dibuat dengan ukuran disesuaikan dengan jarak tanam yang akan digunakan, antara lain :
1.      Jarak tanam             : 1,25 m x 1,00 m  (Populasi : 8. 000 Pohon/Ha
2.      Jarak tanam             : 1,25 m  x 1,25 m (Populasi : 6. 000 Pohon/Ha)
Bedengan untuk jarak tanam (a) dan (b) dibuat dengan ukuran lebar 75 cm dan tinggi 20-30 cm, dan panjang disesuaikan dengan kondisi lahan atau tergantung selera/keinginan, tapi ada juga yang membuat bedengan dengan panjang 25 meter.

Penanaman
Bibit yang sudah diseleksi (terpilih) harus benar-benar sehat, tidak terdapat luka pada daun pelepah. Pencabutan bibit dapat dilakukan bersamaan dengan saat hari tanam (tidak dimalamkan atau terlalu lama terkena sinar matahari langsung/berjemur). Daun-daun bagian bawah yang telah berwarna kekuningan dan daun yang terserang penyakit perlu dibuang. Daun dijaga agar tidak sampai tertimbun tanah yang akan menyebabkan busuk akibat serangan cendawan. Pengairan perlu dilakukan ketika lahan terlihat kering (lama tidak turun hujan). Pengairan yang telat akan menyebabkan tanaman layu dan daun berubah warna kuning kemerahan yang memerlukan waktu agar pulih kembali. Setelah 3-4 hari dari pemberian pupuk, bibit tanaman dicabut dan dipindah tanamkan di lapangan yakni pada lubang yang sudah diberikan campuran pupuk. Penanaman bibit dengan cara dibenamkan sedalam 4 cm – 6 cm dan tanah disekitar bibit dipadatkan agar bibit tidak mudah tumbang. Penanaman hendaknya dilakukan pada pagi hari (jam 07.00 – 10.00) atau sore (jam 16.00).
Setelah 10 – 14 hari setelah tanam, dilakukan pengamatan terhadap bibit, apabila terdapat bibit yang mati segera dilakukan penyulaman. Penyulaman di lahan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 MST (minggu setelah tanam), yakni dengan cara mengganti tanaman yang mati atau kurang baik pertumbuhannya dengan tanaman baru. Jumlah bibit yang diperlukan tergantung jarak tanam yang digunakan dan umumnya berjumlah 8.000 tanaman/hektar (jarak tanam 1,00 x 1,25 m).
Pemupukan Tanaman
Tanaman lidah buaya sangat diharapkan pertumbuhan vegetatifnya yang subur karena daun pelepahnya yang akan di panen. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman lidah buaya yang baik harus dilakukan penambahan unsur hara melalui pemupukan. Pemupukan dilakukan dengan dosis berdasarkan umur tanaman dan diberikan dengan kontinyu pada waktu yang telah ditentukan.
Secara rinci pelaksanaan pemupukan tanaman lidah buaya sebagai berikut :
a). Pupuk Dasar : diberikan 3-4 hari sebelum tanam terdiri dari :
Pupuk  Kandang         =       200     gram/pohon
Pupuk  Urea                =         20     gram/pohon
Pupuk  TSP                 =         10     gram/pohon
Pupuk  KCL                =         10     gram/pohon
Abu      Tanaman         =         25     gram/pohon
Kulit     Udang                        =         25     gram/pohon
Ketujuh jenis sarana produksi (pupuk) ini dicampur merata dan masukan ke dalam lubang tanaman untuk selanjutnya ditutup lagi dengan tanah yang diambil dari sekitar lubang.
b). Pupuk Susulan tahun 1 : pupuk ini mulai diberikan pada umur tanaman 1,5-2 bulan setelah tanam, terdiri dari :
Pupuk  Urea                =         20      gram/tanaman
Pupuk  TSP                 =         10      gram/tanaman
Pupuk  KCL                =         10      gram/tanaman
(selanjutnya diberikan setiap 2 bulan sekali)
Sedangkan untuk pupuk kandang, abu dan kulit udang diberikan setiap 24 minggu sekali (6 bulan sekali) dengan dosis :
Pupuk  Kandang         =       250      gram     -      300      gram/tanaman
Abu      Tanaman         =         30      gram     -        50      gram/tanaman
Kulit     Udang                        =         25      gram     -        40      gram/tanaman
Pada pemberian pupuk susulan tahun II, dosis pupuk anorganik ditingkatkan lagi, begitu juga dengan tahun III dan Ke IV dan seterusnya pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan ditengah-tengah antara tanaman dalam bedengan.

Penyiangan (Pengendalian Gulma)
Penyiangan dilakukan pada saat sebelum dilakukan pemupukan susulan, namun demikian penyiangan dapat saja dilakukan secepatnya bila gulma disekitar tanaman lidah buaya sudah terlihat banyak yang tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma dengan tangan atau kored, bersamaan dengan penyiangan dilakukan pembersihan alur antar bedengan dan menaikkan tanah-tanah yang turun dari bedengan karena curah hujan.. Penyiangan pada tanaman lidah buaya sangat penting dilakukan karena peertumbuhan gulma yang cenderung pesat dan menganggu tanaman. Disamping pekerjaan yang bersamaan dengan penyiangan, bagi tanaman yang sudah berumur 1 tahun keatas akan terlihat anakan lidah buaya yang harus dibuang atau dipisahkan untuk didederkan dan ditanam kembali atau untuk di jual.
Panen dan Pasca Panen
Panen daun pelepah lidah buaya umumnya baru dapat dilakukan memasuki umur tanaman 10-12 bulan atau melihat perkembangan dan pertumbuhan tanaman, apabila sudah sesuai ukuran permintaan pasar dapat dilakukan pemanenan. Lidah buaya yang tumbuh dengan subur ukuran pelepah pertama (bagian bawah) berkisar   40-70 cm dengan tebal daging pelepah antara 2 – 3 cm dan berat mencapai  0,60 kg sampai 1,40 kg.
Pada hamparan tanaman yang sama panen dapat dilakukan sebulan sekali sebanyak 1-2 daun pelepah. Namun petani biasanya melakukan panen pada hamparan yang sama tidak sekaligus (1 kali) mengingat tingkat pertumbuhan tanaman yang berbeda, sehingga panen dapat dilakukan beberapa kali dalam hamparan yang sama tetapi lain tanaman. Panen dilakukan untuk daun pelepah pertama (terbawah) dengan cara menyobek bagian bawah daun pelepah yang menempel pada batang tanaman dan penyobekan dapat dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam serta tidak melukai daging pelepah maupun batang tanaman. Setelah daun pelepah dipanen selanjutnya dibersihkan atau dicuci dalam rendaman air untuk menghilangkan kotoran atau tanah yang menempel.
Daun pelepah yang sudah bersih selanjutnya disusun rapi pada rak sampai tidak terlihat lagi bintik-bintik air bekas pencucian pada daun pelepah, setelah kering daun pelepah lidah buaya siap untuk di packing/dikemas dan dikirim untuk memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi permintaan pasar terhadap daun pelepah lidah buaya segar dari luar Kota Pontianak baik itu untuk dikirim ke Jakarta atau ekspor, umumnya lidah buaya yang sudah bersih dan memebuhi standart permintaan sebelum dikemas terlebih dahulu satu persatu pelepah lidah buaya dibungkus dengan kertas koran dan dikemas dalam peti kayu. Satu buah peti kayu berisi 40 – 50 daun pelepah lidah buaya segar.
Peremajaan Tanaman
Peremajaan pada tanaman lidah buaya dilakukan dengan cara memotong batang untuk memperpendek jarak antara pelepah dengan pangkal akar (bukan penggantian tanaman). Untuk menghindari stagnasi pertumbuhan, sebelumnya batang tanaman lidah buaya yang akan dipotong, dibumbun dahulu beberapa hari sampai tumbuh akar pada batang yang akan dipotong.

Produksi
Produksi lidah buaya berupa daun pelepah, pada satu pohon tanaman lidah buaya dapat dipanen 1 sampai 2 pelepah setiap bulannya. Untuk tanaman yang berumur 10-12 bulan berat pelepah mencapai 0,6 kg, apabila populasi tanaman mencapai 8.000 (jarak tanaman 1,00 m x 1,25 m) dan yang dapat dipanen diperkirakan mencapai 80 % dari populasi tanaman/ha, masing-masing tanaman Dipanen sebanyak satu pelepah,maka :
Produksi/ha/bulan       =        80 % x 8.000 x 0,6 kg           =    3.840 kg.
Produksi/ha/tahun       =          12 x 3.840 kg                                      =  46.080 kg
PEMANFAATAN LIDAH BUAYA

Manfaat dalam bidang Kesehatan
  1. Mengobati radang pada tenggorokan.
  2. Menyembuhkan penyakit ambeien.
  3. Melancarkan BAB (buang air besar).
  4. Dapat menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus.
  5. Zat anti alergi pada lidah buaya dapat mengobati gatal-gatal pada kulit.
  6. Mengatasi sejumlah gangguan pada system pencernaan tubuh.
  7. Menjaga kesehatan mulut serta mengatasi masalah yg timbul pada bagian mulut dan gusi.
  8. Lidah buaya mengandung antioksidan yg dapat melindungi masuknya radikal bebas ke dalam tubuh.

Manfaat dalam bidang Kecantikan
  1. Dapat menyuburkan pertumbuhan rambut
  2. Menghilangkan bekas jerawat, serta menghilangkan kemerahan pada kulit
  3. Gel lidah buaya dapat dijadikan sebagai pelembab alami untuk mengencangkan kulit dan mencegah kulit agar tidak kelihatan kusam.
  4. Gel lidah buaya bermanfaat untuk memperlambat penuaan pada kulit
  5. Gel lidah buaya dapat mengurangi peradangan akibat dari paparan sinar matahari.
  6. Gel lidah buaya menyembuhkan serta memperbaiki kulit yang terkena luka bakar.
  7. Menghilangkan ketombe pada kulit kepala.
  8. Dapat mengontrol berat tubuh.
Berbagai macam produk dari pemanfaatan Lidah Buaya dapat dilihat dari gambar-gambar berikut ini :
 
ASPEK PEMASARAN

a. Permintaan
Komoditi lidah buaya baru disadari nilai ekonomiknya belakangan ini, bahkan
oleh instansi pemerintah terkait sekali pun. Karena itu, tidak ada dokumen resmi tentang besaran permintaannya di Dinas Pertanian Tingkat Provinsi, Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak, dan Biro Pusat Statistik KotaPontianak. Sehubungan dengan hal ini, lidah buaya belum tercatat sebagai komoditi ekspor penghasil devisa yang terukur kontribusinya bagi pendapatan pemerintah daerah oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pontianak. Demikian juga, nilai pajak yang dikenakan pada penjualan komoditi tersebut tidak dapat diketahui. Pengakuan para petani pun sejalan
dengan hal tersebut, mereka tidak pernah dikenai pajak penjualan untuk produk daun lidah buayanya yang dijual kepada pengumpul. Secara kuatitatif, hasil survei menunjukkan bahwa daun lidah buaya dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk obat atau manuman segar.
Perdagangan antarpulau terjadi ke Jakarta dan ke Surabaya; perdagangan ekspor berlangsung ke Malaysia dan Singapura melalui Kuching dan pengiriman langsung ke Hongkong. Menurut masyarakat setempat, pengusaha asing yang pernah datang ke Pontianak dan menunjukkan minatnya untuk membeli produk lidah buaya berupa daun segar berasal dari Amerika Serikat, Korea, dan Malaysia. Pengusaha Kuching lebih berminat membeli produk segar daun lidah buaya daripada membuka pabriknya di Pontianak. Saat ini diketahui bahwa, menurut petani, seorang pengusaha
Korea telah membeli (via penduduk setempat) lahan untuk memproduksi lidah buaya, bahkan ingin memperluasnya, tetapi tidak didukung oleh petani setempat (kasus di Jalan Kebangkitan Nasional, Siantan Utara). Pengamat lidah buaya setempat menilai bahwa komoditi ini belum memiliki segmen pasar yang pasti, meskipun diketahui bahwa permintaan baik dari dalam maupun dari luar negeri memang ada. Namun, jika ditanyakan berapa potensi permintaannya dan negara mana yang memerlukannya belum ada data atau studi khusus untuk hal ini. Sebaliknya, Dinas Urusan Pangan lebih yakin akan besarnya permintaan produk lidah buaya sehingga menjadikannya sebagai salah satu produk unggulan di masa yang akan datang.
Dinas ini bahkan tengah menyusun rencana pembangunan Pusat Pengkajian/ Pengembangan Aloe vera, sebagai salah satu program Pemerintah Daerah Kota Pontianak. Besaran permintaan saat ini mungkin dapat didekati dari jumlah pedagang pengumpul yang kini beroperasi, yakni 5 orang di Kota Pontianak. Jika diduga bahwa kapasitas pembelian oleh mereka sama, berdasarkan kasus seorang pedagang pengumpul yang mampu membeli rata-rata 11 ton per bulan, dan menjualnya antarpulau (ke Jakarta) dan ekspor (ke Hongkong) atas nama suatu perusahaan swasta, besaran permintaan nyata lidah buaya itu adalah 55 ton per bulan. Namun, jika didekati dari luas sentra lidah buaya yang kini ada di Provinsi Kalimantan Barat, yakni 50 ha, dengan asumsi moderat dari Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak bahwa populasinya 10000 pohon per ha, hasil daun segar minimal 0.5 kg per panen, dan frekuensi panen 2 kali per bulan, permintaan potensial daun lidah buaya itu tidak kurang dari 500 ton per bulan. Permintaan potensial minimal tersebut terdiri dari 55 ton per bulan untuk diperdagangkan antarpulau dan diekspor dan 445 ton per bulan untuk konsumsi masyarakat setempat.

b. Penawaran
Seperti halnya permintaan, penawaran lidah buaya juga tidak terdokumentasi secara rinci baik di Dinas Pertanian Tingkat I maupun di Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak. Data resmi Dinas Urusan Pangan Kota Pontianak hanya menyebutkan pertanamannya seluas 50 ha sebagaimana yang dikemukakan di atas, yakni setara dengan penawaran daun lidah buaya segar sebanyak 500 ton per bulan. Perkiraan seorang pedagang pengumpul memberikan potensi penawaran yang kurang optimis, yakni sebanyak 150 kg daun segar per bulan selama 6 bulan ke depan. Tabel 3.1 memperlihatkan real sentra, rencana pengembangan, dan potensi wilayah pengembangan pertanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat, masing-masing 50 ha, 4 450 ha, dan 19 950 ha. Data ini memberikan potensi wilayah pertanaman lidah buaya di Provinsi Kalimantan Barat seluas 20 000 ha, yang berdasarkan perhitungan Dinas Urusan Pangan tersebut di atas berarti setara dengan potensi penawaran sebanyak 200 000 ton per bulan daun segar lidah buaya. Namun, potensi penawaran yang demikian besar ini memerlukan strategi pengembangan lidah buaya yang sistemik, dilakukan secara bertahap di seluruh subsistem agribisnis lidah buaya.

c. Harga
Harga produk daun lidah buaya segar bervariasi menurut mutu produk dan cara penanganannya. Tingkat mata rantai tata niaga tidak memberikan pengaruh pada harga karena hasil panen dari petani diambil di kebun oleh pedagang pengumpul atau petani mengangkutnya ke pedagang pengumpul terdekat dari kebunnya. Dalam hal ini tingkat mata rantai tata niaga terdiri dari tingkat petani/kebun, tingkat industri/pengolahan rumah tangga (setempat), tingkat pedagang pengumpul, dan tingkat pengekspor. Namun, pedagang pengumpul tersebut ada yang berperan sebagai "tangan-tangan" pengekspor, yang dalam suatu kasus bahkan dianggap sebagai konsultan penjamin mutu produk dari perusahaan pengekspor tadi. Terdapat dua atau tiga kelas mutu produk komoditi ini yang dikenal di lapangan. Penggolongan mutu produk ke dalam dua kelas memberikan kelas mutu A dan kelas mutu B, sedangkan penggolongan mutu ke dalam tiga kelas memberikan kelas mutu A (mutu ekspor), kelas mutu B, dan kelas mutu C. Pada umumnya petani menghasilkan daun lidah buaya berkelas A atau B, sebagian besar (90 persen) dari kelas mutu A. Harga daun lidah segar kelas mutu A di tingkat petani atau pengumpul adalah Rp 1200/kg jika belum dibungkus dengan kertas koran dan menjadi Rp1300/kg jika telah dibungkus kertas koran (biaya pembungkusan dengan kertas koran Rp 100/kg daun lidah buaya segar). Harga produk di tingkat pengekspor tidak terjangkau oleh survei ini. Harga kelas mutu B adalah Rp 800 setelah dibungkus koran dan kelas mutu C Rp 500/kg. Secara pukul rata, harga daun lidah buaya segar berkisar dari Rp 800 hingga Rp 1500 per kilogram di tingkat petani atau pedagang pengumpul. Kualifikasi mutu daun lidah buaya tersebut dikemukakan dalam Bab IV.

d. Peluang Usaha
Persaingan pasar produk lidah buaya belum terasa menyulitkan para petani pada saat ini. Meskipun di sekitar lahannya juga tersebar lahan-lahan lidah buaya milik petani lainnya, para petani telah memiliki pembeli produknya atau pedagang pengumpul langganannya masing-masing. Persaingan pasar antarpedagang pengumpul juga tidak ada karena status mereka yang hanya merupakan "tangan-tangan" atau konsultan mutu pengekspor belaka. Peluang pasar lidah buaya dianggap besar dengan alasan sebagai berikut.
1.        Masyarakat setempat mengkonsumsi produk minuman dari lidah buaya yang belakangan dianggap sebagai minuman khas Kalimantan Barat, yang dijual di kedai-kedai, toko-toko,dan pasar-pasar swalayan;
2.        Lidah buaya segar (setelah dikupas kulitnya) dapat digunakan sebagai obat, bahkan kulitnya pun dapat digunakan sebagai substitusi teh;
3.        Lidah buaya dapat diproses menjadi aneka produk berupa gel, konsentrat/ekstrak, atau bubuk yang selanjutnya menjadi bahan baku dalam industri farmasi, kosmetik, dan pupuk daun;
4.        Hingga saat ini pedagang lidah buaya dianggap belum mampu memenuhi permintaan pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, Taiwan, dan Australia secara kontinu;
5.        Pemerintah daerah menganggap lidah buaya sebagai produk unggulan daerah sehingga dapat memberikan jaminan bagi petani mengenai prioritas pengembangannya di masa depan.

e. Pemasaran Produk
Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemasaran daun lidah buaya segar mengikuti tiga mata rantai tata niaga yang tidak tegas benar tingkatan mata rantainya, khususnya antara pedagang pengumpul dengan pengekspor. kepada pengekspor (kelas mutu A). Di antara petani ada juga yang menjual daun lidah buaya kepada industri pengolahan rumah tangga setempat (khususnya kelas mutu B atau C). Peran pedagang pengumpul sangat besar dalam hal ini, lebih-lebih di antara mereka ada yang berprofesi juga sebagai PPL atau bahkan pembantu permodalan petani dalam bertani komoditi tersebut. Petani pada umumnya tidak mengalami kesulitan menjual produk tanaman ini, yakni masih di dalam kota kecamatan.

f. Kendala Pemasaran
Dipandang dari kemudahan petani menjual produk daun lidah buaya yang dihasilkannya, yakni kepada pedagang pengumpul dan kepada industry pengolahan setempat, tidak ada kendala pemasaran yang langsung dirasakan oleh petani. Namun, dipandang dari peluang meningkatkan perolehan keuntungan, kemudahan menjual produk kepada para pedagang pengumpul itu pada kenyataannya telah mengurangi peluang petani dapat memasarkan sendiri produknya kepada industri pengolahan setempat atau di luar pulau dan langsung mengekspornya ke luar negeri. Meskipun demikian, dengan rata-rata taraf pendidikan petani sebagaimana yang dikemukakan di
dalam Bab II. Butir 1, petani diduga akan mengalami kesulitan jika hendak menjual produk daun lidah buaya ke luar pulau (antar pulau), lebih-lebih jika mengekspornya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar