Minggu, 06 Januari 2013

POTENSI PENGOLAHAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.) DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN


POTENSI PENGOLAHAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.)   
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Oleh:
Yosua Simanullang / 101201174
Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatra Utara

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Indonesia memiliki hutan tropis yang di dalamnya terkandung kekayaan alam yang melimpah. Pernyataan ini bukan hanya diakui oleh bangsa Indonesia saja, bangsa-bangsa lain di dunia juga setuju dengan klaim ini bahkan menyebut hutan tropis Indonesia sebagai mega biodiversity. Sebutan ini diberikan berdasarkan fakta sebenarnya bahwa Indonesia memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brazil dan Zaire (Republic Demokratic Congo) dimana di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati (Dephut 2007).
            Kekayaan alam yang terkandung di dalam hutan Indonesia seharusnya dapat diandalkan sebagai modal pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Sejak Indonesia merdeka hutan sudah dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan, namun kenyataanya masih banyak warga Indonesia yang tinggal di sekitar atau berdekatan dengan hutan hidup di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2010 sebanyak 64,23% penduduk miskin tinggal di pedesaan yang umumnya berdekatan dengan hutan. Dengan laju perusakan hutan yang mencapai 1,08 juta ha per tahun pada tiga tahun terakhir  sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya hutan yang berpaham antroposentris dan timbulnya berbagai konflik di daerah akibat dari terpinggirkannya masyarakat lokal semakin memperjelas bahwa ada yang kurang dengan sistem pengelolaan hutan.
            Di Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri yang merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, sebaran tanaman kemenyan ditemukan pada 6 kecamatan dari 10 kecamatan. Kecamatan Dolok Sanggul merupakan kecamatan yang memiliki hutan dan atau kebun kemenyan paling luas, yaitu 1.618,5 ha diikuti Kecamatan Sijamapolang dengan luasan 1.150 ha (BPS Kab. Humbahas 2009). Masyarakat di daerah ini sudah sejak lama mengenal dan mengusahakan kemenyan sebagai sumber mata pencaharian. Menurut         Affandi (2003) pemanfaatan kemenyan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan sudah berlangsung sejak abab ke-17 dan dampak dari perdagangan kemenyan tersebut telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal. Melalui pengelolaan hutan kemenyan telah mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi rumah tangga petani kemenyan, yaitu sebesar 70%-75%. Namun sampai saat ini pengelolaan dan pengolahan kemenyan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dan belum banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan.
            Melihat ketersediaan sumberdaya yang ada, hutan kemenyan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan sebagai sarana meningkatkan pendapatan petani kemenyan secara langsung dan meningkatkan perekonomian pedesaan secara tidak langsung. Selain sebagai sumber pendapatan, melalui pengelolaan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai sarana dalam melestarikan hutan melalui pemberdayaan masyarakat.

Permasalahan
                                                                                      
            Dalam rangka mewujudkan pengelolaan hutan kemenyan yang lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih optimal baik terhadap sosial, ekonomi dan ekologinya, melalui kajian ini, ada beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dan dijadikan sebagai permasalahan penelitian, antara lain:
1.      Bagaimana kondisi pengelolaan hutan kemenyan yang ada sekarang?
2.      Apa permasalahan yang dihadapi petani dalam pengelolaan hutan kemenyan saat ini?
3.      Bagaimana upaya meningkatkan manfaat hutan kemenyan terhadap sosial, ekonomi dan ekologi petani kemenyan?

Tujuan

            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
  1. Mampu menganalisis potensi pengembangan wilayah di kabupaten Humbang Hasundutan  khususnya komoditi unggulan Kemenyan
  2. Mengetahui tantangan dan kendala pengembangan wilayah terhadap komoditi unggulan di kabupaten Humbang Hasundutan dari sisi internal dan eksternal
  3. Sebagai sumber informasi bagi yang memerlukan

BAB II
POTENSI PENGOLAHAN HUTAN KEMENYAN (
Styrax sp.)  
 DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

            Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan terletak pada 02001’ –02020’ Lintang Utara (LU) dan 98010’ – 98038’ Bujur Timur (BT). Kabupaten ini terletak pada bagian tengah Provinsi Sumatera Utara. Dilihat dari posisi kabupaten lain disekitarnya, sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Samosir, sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Timur berbatasan Kabupaten Tapanuli Tengah dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat.
            Luas wilayah kabupaten Humbang Hasundutan mencapai 251.765,93 ha yang meliputi daratan dan perairan. Adapun daratan memiliki luasan 250.271,02 ha dan perairan berupa danau (bagian dari Danau Toba) seluas 149,91 ha. Kabupaten ini terdiri dari sepuluh kecamatan dengan masing-masing luasannya. Dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan terluas dengan luas 72.774,71 ha (28,91% dari luas total kabupaten) sedangkan kecamatan yang memiliki luasan paling kecil adalah Kecamatan Bakti Raja dengan luas 3.726,31 ha (1,48 % dari luas total kabupaten).
            Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah yang berada pada deretan pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian berada pada kisaran antara 330 – 2.072 m di atas permukaan air laut. Topografi lahan Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri sangat bervariasi mulai dari datar, landai, miring dan curam.
            Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat 60-2.100 meter dari permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan tempat tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada jenis-jenis tanah: podsolik, andosol, lotosol, dan regosol. Kemenyan juga dapat tumbuh pada berbagai asosiasi lainnya, mulai dari tanah yang bertekstur berat sampai ringan, dan tanah yang kurang subur sampai yang subur. Selain itu, tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang berporositas tinggi, yaitu yang mudah meneruskan atau meresapkan air.
            Menurut Sasmuko (2003), pohon kemenyan yang berdiameter lebih kurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum penyadapan kemenyannya, terlebih dahulu tumbuhan di sekitar pohonnya dibersihkan telebih dahulu dengan parang. Begitu juga tumbuhan yang melekat pada kulit pohonnya, dibersihkan dengan “guris”. Penyadapan kemenyan dilakukan pada bagian pohon yang berada di bawah bagian tajuk yang berdaun hijau muda dan rindang. Mulamula kulit ditakik (dicongkel sampai sedikit terangkat, dan tidak sampai lepas) dengan “panuktuk” alat pemukul, lalu, permukaan kulit ini dipukul-pukul dengan gagang “panuktuk” sebesar lingkaran lubang penyadapan yang diharapkan. Setelah 2-3 bulan, umumnya dalam takikan ini sudah terdapat kemenyan, dengan menggunakan “agat” alat pemanen, kulit (yang menutup) takikan dibuka untuk mengambil kemenyan dari lubang takikan.
            Pada awal abad 20-an yaitu sekitar 1910, produksi kemenyan Tapanuli Utara sekitar 1.200 ton, kemudian naik menjadi sekitar 2.300 ton pada tahun 1930 dan pada tahun 1950 produksi meningkat menjadi sekitar 3.400 ton. Luas tanaman kemenyan pada tahun 1990 adalah lebih kurang 22.793 ha. Kabupaten Tapanuli Utara memiliki tanaman paling luas yaitu 21.119 ha dengan produksi sekitar 4.000 ton. Pada tahun 1993 luas tanaman kemenyan di Tapanuli Utara adalah 17.299 hektar dengan produksi 3.917 ton (Sasmuko 2003). Pada tahun 2007 data luasan dan jumlah produksi hutan kemenyan di Provinsi Sumatera Utara seperti yang ditampilkan pada tabel berikut ini.
Tabel. Luasan dan produksi getah kemenyan di Provinsi Sumut tahun 2007
            Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan merupakan dua kabupaten yang memiliki luasan hutan kemenyan terbesar dan potensial untuk dikembangkan menjadi sentra produksi getah kemenyan di Sumatera Utara. Penggunaan getah kemenyan di dalam negeri sebagian besar untuk bahan baku industri rokok dan dupa dan pemasarannya terutama ke pulau Jawa. Sementara untuk pemasarannya ke luar negeri antara lain: Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang UEA, Switzerland, Perancis dan USA. Produk kemenyan yang dipasarkan biasanya kemenyan yang sudah diolah atau kemenyan tampangan, namun ada juga dalam keadaan mentah (Yuniandra 1998).
            Net Present Value (NPV) adalah analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang arus kas bersih yang akan diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Konsep net present value merupakan metode evaluasi investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga yang disyaratkan. Kriteria penilaian adalah, jika NPV>0 maka usaha yang direncanakan dan jika NPV<0, jenis usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.
            Metode analisa kelayakan usaha yang kedua adalah Benefit Cost Ratio (BCR) atau Profitability index. Metode ini memprediksi kelayakan suatu proyek dengan membandingkan nilai penerimaan bersih dengan nilai investasi. Apabila nilai BCR lebih besar dari 1 (satu) maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan apabila nilai BCR lebih kecil dari 1 (satu) maka rencana investasi tidak layak diusahakan. NPV dan BCR akan selalu konsisten.
            Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari proyek yang sedang dinilai. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Kriteria penilaian digunakan tingkat bunga bank. Jadi, jika IRR lebih besar dari tingkat bunga bank, maka usaha yang direncanakan layak untuk dilaksanakan.
            Pada umumnya petani langsung menjual hasil sadapan ke pedagang pengumpul tingkat desa. Selain karena biaya angkutan, hubungan kekeluargaan menjadi alasan lain mengapa petani menjual langsung ke pengumpul di desa. Namun pada saat-saat tertentu, sebagian petani ada juga yang menjual ke pengumpul ditingkat kabupaten. Perlu diketahui Kota Dolok Sanggul merupakan ibukota dari kecamatan merangkap ibukota kabupaten sehingga khusus untuk Kecamatan Dolok Sanggul, agen pengumpul tingkat kecamatan merangkap agen pengumpul di kabupaten. Pengumpul (agen) di tingkat kabupaten inilah yang selanjutnya memasarkan ke pihak pengolah dan sekaligus eksportir yang berada di Pulau Jawa (Jawa Tengah).
            Dalam penjualan getah kemenyan, hasil panen petani kemenyan dikelompokkan ke dalam dua kelas yaitu kualitas pertama yang dikenal dengan “mata kasar” dan kualitas kedua yang dikenal dengan istilah “tahir”. Pada saat pelaksanaan penelitian ini harga getah kualitas kemenyan untuk kualitas pertama dihargai Rp 100.000 per kilogram sedangkan untuk kualitas kedua dihargai        Rp 70.000 per kilogram. Secara umum petani melakukan pengolahan getah kemenyan terlebih dahulu sebelum dijual karena akan memperoleh harga yang lebih tinggi. Namun pada saat tertentu karena terdesak memenuhi kebutuhan keluarga, petani menjual langsung getah tanpa melakukan pengolahan.
            Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa dalam pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor-faktor yang berasal dari luar (eksternal) berupa peluang dan ancaman.
            Pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya merehabilitasi lahan di tingkat lokal dan mencegah perubahan iklim di tingkat global. Peluang ini memiliki skor tertinggi karena pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan produktivitas lahan-lahan tidur ataupun lahan-lahan terlantar. Dalam kondisi tertentu dapat juga dijadikan sebagai upaya dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis. Arah tujuan yang ingin dicapai tentunya adalah perbaikan kualitas lingkungan yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya. Sama seperti kegiatankegiatan kehutanan lainnya, untuk tingkat global pengembangan hutan kemenyan sejalan dengan upaya dunia internasional dalam meminimalisasi perubahan iklim.
            Getah kemenyan yang bernilai ekonomis tinggi telah diperdagangkan sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu dan telah memiliki rantai pemasaran skala nasional bahkan sampai ke luar negeri. Di luar negeri getah kemenyan dari Tapanuli lebih diminati karena dibandingkan dengan getah kemenyan yang dihasilkan dari negara lain, misalnya Vietnam, Laos dan Thailand, getah yang dihasilkan dari Tapanuli memiliki kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu komoditi ini selalu memiliki pangsa dan permintaan pasar yang terus meningkat.
            Untuk meningkatkan produksi getah kemenyan salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membudidayakan tanaman kemenyan unggul. Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini memungkinkan untuk memperoleh tanaman kemenyan unggul melalui pemuliaan pohon. Seleksi terhadap pohon kemenyan indukan perlu dilakukan untuk menghasilkan bibit kemenyan unggul. Bibit tanaman kemenyan unggul dapat diperoleh melalui metode stek, stump ataupun dengan kultur jaringan. Tanaman kemenyan yang unggul tentunya akan menghasilkan getah yang lebih unggul dari tanaman kemenyan biasa.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
            Pengelolaan hutan kemenyan merupakan bagian dari budaya dan kearifan lokal masyarakat khususnya petani kemenyan yang diwariskan secara turun temurun. Dengan pemilikan kebun kemenyan rata-rata petani memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp 13.233.500/tahun (60,69% dari pendapatan total) dan melalui analisa finansial menyimpulkan bahwa hutan kemenyan layak diusahakan, walaupun nilai penghasilan bersih yang diperoleh sangat rendah sehingga kurang kompetitif dibandingkan dengan usaha komoditas lain, maka agar lebih kompetitif pengembangan hutan kemenyan perlu dipadukan dengan tanaman semusim yang ekonomis.
            Strategi pengembangan yang direkomendasikan adalah strategi meminimalkan kelemahan-kelemahan (internal) untuk mempergunakan, mengoptimalkan dan merebut peluang yang dimiliki (support a turnaround oriented strategy) seperti mengintensifkan kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis dari dinas kehutanan terhadap petani kemenyan, membentuk kelompok tani dan/atau koperasi di tingkat desa, pengawasan terhadap sistem pemasaran getah
kemenyan, sistem budidaya intensif dengan pola agroforestri dan penggunaan bibit tanaman kemenyan unggul.

Saran
            Tegakan kemenyan yang dibudidayakan masyarakat sekarang pada umumnya berasal dari anakan yang tumbuh secara alami yang tentunya apabila dilihat dari segi kualitas, tentunya kurang terjamin. Untuk meningkatkan produksi getah yang berimbas pada peningkatan penghasilan petani, dalam peremajaan tanaman sebaiknya menggunakan bibit kemenyan unggul hasil pemuliaan pohon. Walau membutuhkan biaya tambahan untuk membeli bibit, tetapi hasil yang akan diperoleh ke depannya akan jauh lebih baik.
            Pengelolaan hutan kemenyan ke depan masih memerlukan penelitianpenelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi getah, misalnya penelitian untuk menghasilkan tanaman yang cepat berproduksi serta informasi pada umur berapa tanaman kemenyan berproduksi maksimal perlu
untuk diketahui. Penelitian juga diperlukan untuk mengkaji diversifikasi produk dari bahan-bahan yang terkandung dalam getah kemenyan.
            Diperlukan peran aktif dan insentif dari pemerintah untuk mendorong dan merangsang tumbuhnya hutan kemenyan dengan pola agroforestri yang terarah, baik sebagai upaya pemanfaatan kawasan hutan maupun upaya rehabiltasi lahan sehingga memberikan hasil yang optimal. Peran pemerintah juga diharapkan dalam hal standarisasi harga getah, perbaikan mekanisme pasar, penggalian pangsa pasar dalam negeri untuk menyerap produksi getah kemenyan serta pembenahan dalam pengelompokan kelas mutu getah. Pengelompokan getah dan sebaiknya tidak hanya berdasarkan besar butiran dan warna, tetapi juga dilihat kandungan senyawa kimianya.


DAFTAR PUSTAKA
Affandi O. 2003. Perspektif Sosiologis Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Kehutanan.
              Warta FKKM, Vol. IV No. 1, Januari 2003

Kopi & Kemenyan Produk Unggulan Humbang Hasundutan. 2013.Dalam http://tabloidsinartani.com.
              Diakses pada [Minggu, 6 Januari 2013] [21.00].

Sasmuko SA. 1995. Sifat Fisis dan Kimia Getah Kemenyan. Buletin Penelitian Kehutanan. Balai
              Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 11 Nomor 2

Yuniandra F. 1998. Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax Spp) di Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi 
             Sumatera Utara. Di dalam: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan.
             Bogor: Institut   Pertanian Bogor dan The Ford Foundation.

1 komentar: