POTENSI PENGOLAHAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.)
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Oleh:
Yosua Simanullang / 101201174
Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatra Utara
Yosua Simanullang / 101201174
Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatra Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki hutan tropis yang
di dalamnya terkandung kekayaan alam yang melimpah. Pernyataan ini bukan hanya
diakui oleh bangsa Indonesia saja, bangsa-bangsa lain di dunia juga setuju
dengan klaim ini bahkan menyebut hutan tropis Indonesia sebagai mega
biodiversity. Sebutan ini diberikan berdasarkan fakta sebenarnya bahwa
Indonesia memiliki luas hutan tropis terbesar ketiga di dunia setelah Brazil
dan Zaire (Republic Demokratic Congo) dimana di dalamnya terkandung
keanekaragaman hayati (Dephut 2007).
Kekayaan alam yang terkandung di
dalam hutan Indonesia seharusnya dapat diandalkan sebagai modal pembangunan
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur. Sejak Indonesia
merdeka hutan sudah dimanfaatkan untuk tujuan pembangunan, namun kenyataanya
masih banyak warga Indonesia yang tinggal di sekitar atau berdekatan dengan
hutan hidup di bawah garis kemiskinan. Pada tahun 2010 sebanyak 64,23% penduduk
miskin tinggal di pedesaan yang umumnya berdekatan dengan hutan. Dengan laju
perusakan hutan yang mencapai 1,08 juta ha per tahun pada tiga tahun terakhir sebagai akibat dari eksploitasi sumberdaya
hutan yang berpaham antroposentris dan timbulnya berbagai konflik di daerah
akibat dari terpinggirkannya masyarakat lokal semakin memperjelas bahwa ada
yang kurang dengan sistem pengelolaan hutan.
Di Kabupaten Humbang Hasundutan
sendiri yang merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Tapanuli
Utara, sebaran tanaman kemenyan ditemukan pada 6 kecamatan dari 10 kecamatan.
Kecamatan Dolok Sanggul merupakan kecamatan yang memiliki hutan dan atau kebun
kemenyan paling luas, yaitu 1.618,5 ha diikuti Kecamatan Sijamapolang dengan
luasan 1.150 ha (BPS Kab. Humbahas 2009). Masyarakat di daerah ini sudah sejak
lama mengenal dan mengusahakan kemenyan sebagai sumber mata pencaharian.
Menurut Affandi (2003)
pemanfaatan kemenyan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan sudah
berlangsung sejak abab ke-17 dan dampak dari perdagangan kemenyan tersebut
telah nyata dirasakan oleh para petani dan pedagang lokal. Melalui pengelolaan
hutan kemenyan telah mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap ekonomi
rumah tangga petani kemenyan, yaitu sebesar 70%-75%. Namun sampai saat ini pengelolaan
dan pengolahan kemenyan oleh masyarakat masih bersifat tradisional dan belum
banyak disentuh oleh upaya-upaya pengembangan.
Melihat ketersediaan sumberdaya yang
ada, hutan kemenyan ini memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan
sebagai sarana meningkatkan pendapatan petani kemenyan secara langsung dan
meningkatkan perekonomian pedesaan secara tidak langsung. Selain sebagai sumber
pendapatan, melalui pengelolaan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai sarana
dalam melestarikan hutan melalui pemberdayaan masyarakat.
Permasalahan
Dalam rangka mewujudkan pengelolaan
hutan kemenyan yang lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih optimal baik
terhadap sosial, ekonomi dan ekologinya, melalui kajian ini, ada beberapa
pertanyaan yang ingin dijawab dan dijadikan sebagai permasalahan penelitian,
antara lain:
1.
Bagaimana kondisi pengelolaan hutan kemenyan yang ada sekarang?
2.
Apa permasalahan yang dihadapi petani dalam pengelolaan hutan kemenyan saat ini?
3.
Bagaimana upaya meningkatkan manfaat hutan kemenyan terhadap sosial, ekonomi dan ekologi petani kemenyan?
Tujuan
Tujuan dari penulisan
makalah ini adalah :
- Mampu menganalisis potensi pengembangan wilayah di kabupaten Humbang Hasundutan khususnya komoditi unggulan Kemenyan
- Mengetahui tantangan dan kendala pengembangan wilayah terhadap komoditi unggulan di kabupaten Humbang Hasundutan dari sisi internal dan eksternal
- Sebagai sumber informasi bagi yang memerlukan
BAB II
POTENSI PENGOLAHAN HUTAN KEMENYAN (Styrax sp.)
DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Secara geografis Kabupaten Humbang Hasundutan
terletak pada 02001’ –02020’ Lintang Utara (LU) dan 98010’
– 98038’ Bujur Timur (BT). Kabupaten ini terletak pada bagian tengah
Provinsi Sumatera Utara. Dilihat dari posisi kabupaten lain disekitarnya,
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Samosir, sebelah Selatan berbatasan
dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Timur berbatasan Kabupaten Tapanuli
Tengah dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pakpak Barat.
Luas wilayah kabupaten Humbang
Hasundutan mencapai 251.765,93 ha yang meliputi daratan dan perairan. Adapun
daratan memiliki luasan 250.271,02 ha dan perairan berupa danau (bagian dari
Danau Toba) seluas 149,91 ha. Kabupaten ini terdiri dari sepuluh kecamatan
dengan masing-masing luasannya. Dari sepuluh kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan,
Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan terluas dengan luas 72.774,71 ha (28,91%
dari luas total kabupaten) sedangkan kecamatan yang memiliki luasan paling
kecil adalah Kecamatan Bakti Raja dengan luas 3.726,31 ha (1,48 % dari luas
total kabupaten).
Kabupaten Humbang Hasundutan
merupakan daerah yang berada pada deretan pegunungan Bukit Barisan dengan
ketinggian berada pada kisaran antara 330 – 2.072 m di atas permukaan air laut.
Topografi lahan Kabupaten Humbang Hasundutan sendiri sangat bervariasi mulai
dari datar, landai, miring dan curam.
Tempat tumbuh tanaman kemenyan bervariasi,
mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, yaitu pada ketinggian tempat
60-2.100 meter dari permukaan laut. Tanaman kemenyan tidak memerlukan
persyaratan tempat tumbuh yang istimewa. Tanaman ini dapat tumbuh pada
jenis-jenis tanah: podsolik, andosol, lotosol, dan regosol. Kemenyan juga dapat
tumbuh pada berbagai asosiasi lainnya, mulai dari tanah yang bertekstur berat
sampai ringan, dan tanah yang kurang subur sampai yang subur. Selain itu,
tanaman ini juga dapat tumbuh pada tanah yang berporositas tinggi, yaitu yang
mudah meneruskan atau meresapkan air.
Menurut Sasmuko
(2003), pohon kemenyan yang berdiameter lebih kurang 20 cm sudah bisa disadap
kemenyannya. Sebelum penyadapan kemenyannya, terlebih dahulu tumbuhan di
sekitar pohonnya dibersihkan telebih dahulu dengan parang. Begitu juga tumbuhan
yang melekat pada kulit pohonnya, dibersihkan dengan “guris”. Penyadapan
kemenyan dilakukan pada bagian pohon yang berada di bawah bagian tajuk yang berdaun
hijau muda dan rindang. Mulamula kulit ditakik (dicongkel sampai sedikit
terangkat, dan tidak sampai lepas) dengan “panuktuk” alat pemukul,
lalu, permukaan kulit ini dipukul-pukul dengan gagang “panuktuk” sebesar lingkaran lubang penyadapan yang diharapkan. Setelah 2-3 bulan,
umumnya dalam takikan ini sudah terdapat kemenyan, dengan menggunakan “agat” alat pemanen,
kulit (yang menutup) takikan dibuka untuk mengambil kemenyan dari lubang
takikan.
Pada awal abad 20-an yaitu sekitar 1910, produksi kemenyan Tapanuli Utara
sekitar 1.200 ton, kemudian naik menjadi sekitar 2.300 ton pada tahun 1930 dan
pada tahun 1950 produksi meningkat menjadi sekitar 3.400 ton. Luas tanaman kemenyan
pada tahun 1990 adalah lebih kurang 22.793 ha. Kabupaten Tapanuli Utara
memiliki tanaman paling luas yaitu 21.119 ha dengan produksi sekitar 4.000 ton.
Pada tahun 1993 luas tanaman kemenyan di Tapanuli Utara adalah 17.299 hektar
dengan produksi 3.917 ton (Sasmuko 2003). Pada tahun 2007 data luasan dan
jumlah produksi hutan kemenyan di Provinsi Sumatera Utara seperti yang
ditampilkan pada tabel berikut ini.
Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa
Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan merupakan dua kabupaten yang memiliki
luasan hutan kemenyan terbesar dan potensial untuk dikembangkan menjadi sentra
produksi getah kemenyan di Sumatera Utara. Penggunaan getah kemenyan di dalam
negeri sebagian besar untuk bahan baku industri rokok dan dupa dan pemasarannya
terutama ke pulau Jawa. Sementara untuk pemasarannya ke luar negeri antara lain:
Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang UEA, Switzerland, Perancis dan
USA. Produk kemenyan yang dipasarkan biasanya kemenyan yang sudah diolah atau
kemenyan tampangan, namun ada juga dalam keadaan mentah (Yuniandra 1998).
Net Present Value (NPV) adalah
analisis manfaat finansial yang digunakan untuk mengukur layak tidaknya suatu
usaha dilaksanakan dilihat dari nilai sekarang arus kas bersih yang akan
diterima dibandingkan dengan nilai sekarang dari jumlah investasi yang
dikeluarkan. Konsep net present value merupakan metode evaluasi
investasi yang menghitung nilai bersih saat ini dari uang masuk dan keluar
dengan tingkat diskonto atau tingkat bunga yang disyaratkan. Kriteria penilaian
adalah, jika NPV>0 maka usaha yang direncanakan dan jika NPV<0, jenis
usaha yang direncanakan tidak layak untuk dilaksanakan.
Metode analisa kelayakan usaha yang
kedua adalah Benefit Cost Ratio (BCR) atau Profitability index.
Metode ini memprediksi kelayakan suatu proyek dengan membandingkan nilai
penerimaan bersih dengan nilai investasi. Apabila nilai BCR lebih
besar dari 1 (satu) maka rencana investasi dapat diterima, sedangkan
apabila nilai BCR lebih kecil dari 1 (satu) maka rencana investasi tidak layak
diusahakan. NPV dan BCR akan selalu konsisten.
Internal Rate of Return (IRR) dapat didefinisikan sebagai tingkat bunga yang
akan menyamakan present value cash inflow dengan jumlah initial investment dari
proyek yang sedang dinilai. Dengan kata lain, IRR adalah tingkat bunga yang
menyebabkan NPV sama dengan nol. Kriteria penilaian digunakan tingkat bunga
bank. Jadi, jika IRR lebih besar dari tingkat bunga bank, maka usaha yang
direncanakan layak untuk dilaksanakan.
Pada umumnya petani langsung menjual
hasil sadapan ke pedagang pengumpul tingkat desa. Selain karena biaya angkutan,
hubungan kekeluargaan menjadi alasan lain mengapa petani menjual langsung ke
pengumpul di desa. Namun pada saat-saat tertentu, sebagian petani ada juga yang
menjual ke pengumpul ditingkat kabupaten. Perlu diketahui Kota Dolok Sanggul
merupakan ibukota dari kecamatan merangkap ibukota kabupaten sehingga khusus
untuk Kecamatan Dolok Sanggul, agen pengumpul tingkat kecamatan merangkap agen pengumpul
di kabupaten. Pengumpul (agen) di tingkat kabupaten inilah yang selanjutnya
memasarkan ke pihak pengolah dan sekaligus eksportir yang berada di Pulau Jawa
(Jawa Tengah).
Dalam penjualan getah kemenyan, hasil panen
petani kemenyan dikelompokkan ke dalam dua kelas yaitu kualitas pertama yang dikenal
dengan “mata kasar” dan kualitas kedua yang dikenal dengan istilah “tahir”.
Pada saat pelaksanaan penelitian ini harga getah kualitas kemenyan untuk
kualitas pertama dihargai Rp 100.000 per kilogram sedangkan untuk kualitas
kedua dihargai Rp 70.000 per
kilogram. Secara umum petani melakukan pengolahan getah kemenyan terlebih
dahulu sebelum dijual karena akan memperoleh harga yang lebih tinggi. Namun
pada saat tertentu karena terdesak memenuhi kebutuhan keluarga, petani menjual
langsung getah tanpa melakukan pengolahan.
Seperti yang sudah disebutkan
sebelumnya bahwa dalam pengelolaan hutan kemenyan di Kabupaten Humbang
Hasundutan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal berupa kekuatan dan
kelemahan serta faktor-faktor yang berasal dari luar (eksternal) berupa peluang
dan ancaman.
Pengembangan hutan kemenyan dapat
dijadikan sebagai upaya merehabilitasi lahan di tingkat lokal dan mencegah
perubahan iklim di tingkat global. Peluang ini memiliki skor tertinggi karena
pengembangan hutan kemenyan dapat dijadikan sebagai upaya dalam meningkatkan
produktivitas lahan-lahan tidur ataupun lahan-lahan terlantar. Dalam kondisi
tertentu dapat juga dijadikan sebagai upaya dalam merehabilitasi lahan-lahan
kritis. Arah tujuan yang ingin dicapai tentunya adalah perbaikan kualitas
lingkungan yang dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di
sekitarnya. Sama seperti kegiatankegiatan kehutanan lainnya, untuk tingkat
global pengembangan hutan kemenyan sejalan dengan upaya dunia internasional
dalam meminimalisasi perubahan iklim.
Getah kemenyan yang bernilai
ekonomis tinggi telah diperdagangkan sejak puluhan bahkan ratusan tahun yang
lalu dan telah memiliki rantai pemasaran skala nasional bahkan sampai ke luar
negeri. Di luar negeri getah kemenyan dari Tapanuli lebih diminati karena
dibandingkan dengan getah kemenyan yang dihasilkan dari negara lain, misalnya
Vietnam, Laos dan Thailand, getah yang dihasilkan dari Tapanuli memiliki
kualitas yang lebih baik. Oleh karena itu komoditi ini selalu memiliki pangsa
dan permintaan pasar yang terus meningkat.
Untuk meningkatkan produksi getah
kemenyan salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membudidayakan
tanaman kemenyan unggul. Perkembangan ilmu pengetahuan pada saat sekarang ini memungkinkan
untuk memperoleh tanaman kemenyan unggul melalui pemuliaan pohon. Seleksi terhadap
pohon kemenyan indukan perlu dilakukan untuk menghasilkan bibit kemenyan
unggul. Bibit tanaman kemenyan unggul dapat diperoleh melalui metode stek,
stump ataupun dengan kultur jaringan. Tanaman kemenyan yang unggul tentunya
akan menghasilkan getah yang lebih unggul dari tanaman kemenyan biasa.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengelolaan hutan kemenyan merupakan bagian
dari budaya dan kearifan lokal masyarakat khususnya petani kemenyan yang
diwariskan secara turun temurun. Dengan pemilikan kebun kemenyan rata-rata
petani memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp 13.233.500/tahun (60,69%
dari pendapatan total) dan melalui analisa finansial menyimpulkan bahwa hutan
kemenyan layak diusahakan, walaupun nilai penghasilan bersih yang diperoleh
sangat rendah sehingga kurang kompetitif dibandingkan dengan usaha komoditas lain,
maka agar lebih kompetitif pengembangan hutan kemenyan perlu dipadukan dengan
tanaman semusim yang ekonomis.
Strategi pengembangan yang direkomendasikan
adalah strategi meminimalkan kelemahan-kelemahan (internal) untuk
mempergunakan, mengoptimalkan dan merebut peluang yang dimiliki (support a
turnaround oriented strategy) seperti mengintensifkan kegiatan penyuluhan
dan bimbingan teknis dari dinas kehutanan terhadap petani kemenyan, membentuk
kelompok tani dan/atau koperasi di tingkat desa, pengawasan terhadap sistem
pemasaran getah
kemenyan,
sistem budidaya intensif dengan pola agroforestri dan penggunaan bibit tanaman
kemenyan unggul.
Saran
Tegakan kemenyan yang dibudidayakan masyarakat
sekarang pada umumnya berasal dari anakan yang tumbuh secara alami yang
tentunya apabila dilihat dari segi kualitas, tentunya kurang terjamin. Untuk
meningkatkan produksi getah yang berimbas pada peningkatan penghasilan petani,
dalam peremajaan tanaman sebaiknya menggunakan bibit kemenyan unggul hasil
pemuliaan pohon. Walau membutuhkan biaya tambahan untuk membeli bibit, tetapi
hasil yang akan diperoleh ke depannya akan jauh lebih baik.
Pengelolaan hutan kemenyan ke depan
masih memerlukan penelitianpenelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas produksi getah, misalnya penelitian untuk menghasilkan tanaman yang
cepat berproduksi serta informasi pada umur berapa tanaman kemenyan berproduksi
maksimal perlu
untuk
diketahui. Penelitian juga diperlukan untuk mengkaji diversifikasi produk dari
bahan-bahan yang terkandung dalam getah kemenyan.
Diperlukan peran aktif dan insentif
dari pemerintah untuk mendorong dan merangsang tumbuhnya hutan kemenyan dengan
pola agroforestri yang terarah, baik sebagai upaya pemanfaatan kawasan hutan
maupun upaya rehabiltasi lahan sehingga memberikan hasil yang optimal. Peran
pemerintah juga diharapkan dalam hal standarisasi harga getah, perbaikan
mekanisme pasar, penggalian pangsa pasar dalam negeri untuk menyerap produksi
getah kemenyan serta pembenahan dalam pengelompokan kelas mutu getah.
Pengelompokan getah dan sebaiknya tidak hanya berdasarkan besar butiran dan warna,
tetapi juga dilihat kandungan senyawa kimianya.
DAFTAR PUSTAKA
Affandi O. 2003.
Perspektif Sosiologis Pelibatan Masyarakat Lokal dalam Pembangunan Kehutanan.
Warta FKKM, Vol. IV No. 1, Januari 2003
Warta FKKM, Vol. IV No. 1, Januari 2003
Kopi & Kemenyan Produk Unggulan Humbang Hasundutan. 2013.Dalam http://tabloidsinartani.com.
Diakses pada [Minggu, 6 Januari 2013] [21.00].
Sasmuko SA. 1995. Sifat Fisis dan Kimia Getah Kemenyan. Buletin Penelitian Kehutanan. Balai
Penelitian Kehutanan Aek Nauli Pematang Siantar. Volume 11 Nomor 2
Yuniandra F. 1998.
Pemasaran Getah Kemenyan (Styrax Spp) di Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi
Sumatera Utara. Di dalam: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation.
Sumatera Utara. Di dalam: Beragam Pola Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan.
Bogor: Institut Pertanian Bogor dan The Ford Foundation.
oke
BalasHapus